Pages

Selasa, 23 Oktober 2018

Jumlah Ayat Al-Qur'an


Dalam menghitung ayat Al-Qur'an, beberapa ulama memiliki perbedaan cara dalam menghitungnya. Paling tidak terdapat 7 mazhab yang diikuti dalam menghitung jumlah ayat Al-Qur'an. Kesemuanya sepakat tentang bilangan ayat Al-Qur’an sebanyak 6.200 ayat, namun untuk jumlah selebihnya terjadi perbedaan di antara mereka.
Tujuh Mazhab dalam penghitungan ayat Al-Qur’an, ialah:
  1. Al-Madani Al-Awwal. Ayat Al-Qur’an berjumlah 6.217 atau 6.214. Dalam beberapa versi cetak yang banyak diikuti jumlah yang kedua 6.214.
  2. Al-Madani al-Akhir. Ayat Al-Qur’an berjumlah 6.214. Meskipun terdapat kesamaan hitungan jumlah ayat Al-Qur’an dengan pendapat kedua Al-Madani al-Awwal, namun tetap terdapat perbedaan antara keduanya dalam perincian penentuan ayat.
  3. Al-Makki. Ayat Al-Qur’an berjumlah 6.220.
  4. Asy-Syami. Ayat Al-Qur’an berjumlah 6.226.
  5. Al-Kufi. Ayat Al-Qur’an berjumlah 6.236. Hitungan Al-Kufi inilah yang diikuti oleh cetaka Al-Qur’an di Indonesia, dan seluruh cetakan Al-Qur’an di dunia yang menggunakan riwayat Hafs dari Imam ‘Asim.
  6.  Al-Basri. Ayat Al-Qur’an berjumlah 6.205.
  7.  Al-Himsi. Ayat Al-Qur’an berjumlah 6.232.

Dalam cetakan Al-Qur’an yang ada di seluruh dunia saat ini, kita masih dapat menjumpai penggunaan hitungan ayat menurut dari 5 mazhab, Al-Madani Al-Awwal, Al-Madani Al-Akhir, Al-Makki, Asy-Syami, dan Al-Kufi. Sementara untuk al-Basri dan Al-Himsi, penulis belum menemukan.  


Apa Sebab terjadi perbedaan dalam menghitung ayat Al-Qur’an?
Adanya perbedaan dalam menghitung jumlah ayat Al-Qur’an tidak berarti bahwa yang menghitung lebih banyak telah menambahi ayat Al-Qur’an, atau sebaliknya yang menghitung lebih sedikit telah mengurangi ayat Al-Qur’an, bukan demikian. Namun, perbedaan tersebut disebabkan oleh cara penghitungan yang berbeda dari masing-masing mazhab.
Penghitungan ayat Al-Qur’an didasarkan dari bacaan Rasulullah saw yang didengar oleh para Sahabat Nabi, lalu bacaan tersebut diajarkan secara estafet oleh para sahabat kepada generasi berikutnya. Dalam hal mendengar bacaan Nabi, ketika Nabi berhenti pada beberapa kata tertentu, muncullah perbedaan pemahaman di antara yang mendengarkan, apakah Nabi sekedar waqaf, atau berhentinya tersebut disebabkan karena akhir ayat. Di sinilah letak perbedaannya.
Kita ambil contoh sederhana, ketika Rasulullah membaca: alif lam mim, zalikal kitabu la raiba fih, hudal lilmuttaqin. Apakah ketika berhenti pada alif lam mim itu, Nabi sekedar berhenti (waqaf sejenak), atau itu akhir ayat. Di sinilah ulama berbeda.
Al-Kufi menganggap itu merupakan ayat tersendiri. Sementara yang lain hanya menganggap itu sekedar berhenti untuk waqaf. Sehingga, Al-Kufi menghitung alif lam mim ayat 1, dan zalikal kitabu la raiba fih, hudal lilmuttaqin ayat 2, dan ulama selainnya menghitung alif lam mim, zalikal kitabu la raiba fih, hudal lilmuttaqin menjadi ayat 1.

Jumlah ayat pada Surah Al-Fatihah?
Tentu kita semua sering menyaksikan beberapa imam shalat ketika membaca surah Al-Fatihah, ada yang memulai dengan basmalah, ada juga yang langsung memulai dengan hamdalah. Apa sebanya? Jawabannya bisa dikembalikan pada perbedaan cara menghitung ayat Al-Qur’an.
Seluruh Ulama sepakat, bahwa surah Al-Fatihah terdiri dari 7 ayat. Namun terdapat perbedaan dalam menentukan ayat-ayatnya.
Perbedaan terletak pada basmalah, apakah merupakan bagian dari surah Al-Fatihah atau tidak?
Al-Kufi berpendapat bahwa basmalah adalah bagian dari surah Al-Fatihah dan merupakan ayat pertama. sehingga yang menjadi ayat ketujuah adalah "siratal lazina an’amta ‘alaihim gairil magdubi ‘alaihim walad dallin".
Sementara yang lainnya berpendapat bahwa basmalah bukan termasuk bagian dari surah Al-Fatihah. Basmalah yang termasuk ayat Al-Qur’an hanya terdapat pada QS. An-Naml [27] ayat ke 30. Sehingga, ayat pertama surah Al-Fatihah ialah hamdalah, al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin. Ayat keenamnya adalah siratal lazina an’amta ‘alaihim. Dan ayat ketujuh, gairil magdubi ‘alaihim walad dallin.
Bila dikaitkan dengan ilmu waqaf dan ibtida’, bagi yang mengikuti pendapat Al-Kufi, maka berhenti pada siratal lazina an’amta ‘alaihim termasuk kategori waqaf yang tidak sempurna, karena kalimat berikutnya merupakan penjelasan (na'at) dari allazina an’amta ‘alaihim. Karena itu, dalam Mushaf Al-Qur’an Indonesia, pada lafaz ‘alaihim yang pertama di ayat ketujuh, dibubuhkan tanda (لا) kecil diatas huruf terakhir pada akhir penggalan ayat, yang mengisyaratkan bahwa tidak boleh waqaf, dan ditambahkan pula tanda (۵) untuk menandakan bahwa pada lafaz ‘alaihim terdapat perbedaan penghitungan ayat.
Adapun bagi yang mengikuti pendapat siratal lazina an’amta ‘alaihim sebagai ayat tersendiri (ayat ke-6), maka berhenti pada ‘alaihim termasuk waqaf hasan, karena berhenti pada akhir ayat, meskipun masih terkait dengan ayat berikutnya.
Contoh lain dapat dilihat pada Ayat Kursi, dalam hitungan Al-Kufi Ayat Kursi terdapat pada Al-Baqarah ayat 255, sementara dalam hitungan al-Madani al-Awwal pada Al-Baqarah ayat 253, dan dalam hitungan Al-Madani Al-Akhir pada Al-Baqarah 253 dan 254 (menjadi dua ayat).

Kitab-kitab referensi hitungan ayat Al-Qur'an.
Terdapat puluhan kitab yang bisa dijadikan referensi untuk menghitung ayat Al-Qur’an. Ada kitab yang membahas secara khusus hitungan ayat Al-Qur’an, baik dalam bentuk nadham (bayt/sya’ir), atau bentuk deskripsi. Ada pula kitab yang menggabungkannya dengan pembahasan tema-tema ulumul Qur’an lainnya.
Beberapa kitab yang secara khusus membahas hitungan ayat Al-Qur’an ialah: Mandhumah Nadhimah az-Zuhr fi ‘Addi Ayi as-Suwar, karya Asy-Syathibi (w. 590 H); Basyir al-Yusri Syarh Nadhimah az-Zuhr, karya ‘Abdul Fattah ‘Abdul Ghani al-Qadli; Mandhumah al-Fara’id al-Hisan fi ‘Addi Ayi al-Qur’an, karya ‘Abdul Fattah ‘Abdul Ghani al-Qadli; Nafa’is al-Bayan Syarh al-Fara’id al-Hisan fi ‘Addi Ayi al-Qur’an, karya ‘Abdul Fattah ‘Abdul Ghani al-Qadli; dan Kitabu ‘Adadi Ayi al-Qur’an, karya Abul Hasan ‘Ali Muhammad bin Isma’il bin Bisyr at-Tamimi al-Anthaki (w. 377 H), dalam bentuk uraian secara detail.
Meskipun Ilmu menghitung ayat Al-Qur’an ini sudah final pembahasannya, namun penting juga mempelajarinya, agar kita tidak merasa aneh ketika melihat perbedaan pada Mushaf cetakan yang beredar di dunia Islam saat ini.

Bagaimana dengan angka 6.666 ayat yang sangat populer?
Angka ini memang cukup populer, karena cukup mudah dihafal. Sekali dengar, pasti tidak akan lupa sampai mati. Karena itu di masyarakat angka 6.666 lebih populer.
Agar kita tidak terlalu cepat mengatakan bahwa pendapat ini tidaklah berdasar sama sekali dan terlalu mengada-ada, maka pertama saya ingin menunjukkan bahwa paling tidak, pendapat ini dapat ditemukan dalam beberapa keterangan:
  • Syekh Nawawi al-Bantani (w. 1316 H/1897 M) dalam kitabnya Nihayatuz-Zain fi Irsyadil-Mubtadi’in (DKI Lebanon, t.th. cet. ke-1/36).
  • Wahbah az-Zuhaily dalam kitabnya At-Tafsir al-Munir fil-‘Aqidah wasy-Syari’ah wal-Manhaj, (Dar al-Fikr 2003, jilid 1/45)

Pastinya, hitungan 6.666 tersebut tidak dimaksudkan menunjuk pada urutan jumlah ayat Al-Qur’an, karena pasti kita tidak akan mendapatkan jumlah sebesar itu. Seperti yang sudah kita ketahui, jumlah ayat dalam artian urutan total ayat Al-Qur’an adalah sebagaimana menurut 7 mazhab yang diikuti dalam menghitung ayat Al-Qur’an.
Lalu apa maksud Syekh Nawawi dan Syekh Wahbah menyebutkan bilangan 6.666? Apakah keduanya tidak faham Ilmu Cara Menghitung ayat Al-Qur’an? Pasti keduanya faham betul, karena keduanya jauh lebih alim dan mumpuni keilmuannya daripada kita semua.
Jadi, jumlah 6.666 tersebut dimaksudkan untuk menunjuk kandungan ayat Al-Qur’an, dengan rincian sebagai berikut; al-amr (perintah) berjumlah 1000, an-nahy (larangan) berjumlah 1000, al-wa’d (janji) berjumlah 1000, al-wa’id (ancaman) berjumlah 1000, al-qasas wal-akhbar (kisah-kisah dan informasi) berjumlah 1000, al-ibr wal-amtsal (pelajaran dan perumpamaan) berjumlah 1000, al-haram wal halal (halal dan haram) berjumlah 500, ad-du’a (doa) berjumlah 100, dan an-nasikh wal-mansukh (nasikh mansukh) berjumlah 66.
Jumlah kandungan Al-Qur’an sebanyak 6.666 ini, hanyalah sedikit pendapat dari sekian banyak pendapat yang ada. Masing-masing Ulama pasti mempunyai hitungan yang berbeda satu sama lain. Memang demikianlah, tidak ada pendapat yang bisa mengklaim paling benar melebihi pendapat lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar