Tanda baca,
harakat, dan hal-hal lain yang memperjelas tulisan ayat Al-Qur’an, seperti
pembubuhan tanda hamzah, pembagian juz, penomoran ayat, penggunaan tanda Mad
yang berbeda antara Mad Lazim/Wajib dengan Mad Jaiz, Silah Tawilah, Fathah dan
kasrah berdiri serta dammah terbalik, dalam sistem penulisan Al-Qur’an
merupakan perkembangan belakangan.
Sebagaimana diketahui dalam sejarah
Pembukuan Al-Qur’an. Pada awalnya penulisan Al-Qur’an tidak menggunakan titik
dan harakat sama sekali, baik pada masa Abu Bakar ataupun pada masa Usman bin
Affan.
![]() |
Sebuah Mushaf Abad pertama Hijriyyah Koleksi Musium Mesir |
Pada Mushaf di atas belum ada tanda
titik dan harakat, yang tertulis hanya batang tubuh teks. Berisi akhir ayat 92
sampai awal ayat 95 dari surah Al-Ma’idah.
Kemudian masa berikutnya muncul tanda
i’rab oleh Abul Aswad ad-Duali (w. 62 H./682 M.) atas pemintaan Gubernur Basrah
Ziyad. Meskipun pada awalnya ia enggan memenuhi permitaan Gubernur Ziyad. Tanda yang diberikan Abul Aswad adalah: tanda fathah berupa satu titik di atas huruf,
kasrah berupa satu titik di bawah huruf, dhammah berupa satu titik di antara
bagian yang memisahkan huruf, dan saknah berupa dua titik.
Pada
mushaf tersebut belum terdapat titik pada huruf (naqt al-I’jam), dan
penomoran ayat. Titik berwarna merah yang terdapat pada beberapa huruf adalah
titik yang menunjukkan harakat dari huruf, yaitu, titik satu di atas
menunjukkan fathah, titik di bawah menunjukkan kasrah, titik di depan huruf
menunjukkan dammah, sementara titik dua yang diletakkan secara vertikal
menunjukkan tanwin. Lembar di atas berisi penggalan akhir ayat 234, 235, 236,
dan bagian awal ayat 237 dari surah al-Baqarah.
Kemudian, muncul titik huruf oleh Yahya bin
Ya’mur (w. 90 H.) dan Nasr bin Asim (w. 90 H.). Agar tidak serupa dengan titik
i’rab, maka pada mulanya titik huruf diberi bentuk agak memanjang dan dengan
tinta yang berbeda dengan titik i’rab.
Mushaf dari abad ketiga Hijriyyah.
Perpustakaan Inggris, Manuscript Or. 1397, f.
15b |
Pada
lembar mushaf di atas ditemukan penandaan setiap akhir ayat dengan titik tiga,
kemudian setiap lima ayat ditandai dengan satu titik besar yang menyerupai
angka lima arab, lalu setiap sepuluh ayat ditandai dengan bulatan besar
berornamen. Selain itu, juga terdapat titik harakat yang berwarna merah, juga
titik huruf berbentuk titik memanjang warna hitam agar tidak samar dengan titik
harakat. Terdapat juga titik yang
berwarna biru untuk menunjukkan huruf hamzah.
Lembar di atas berisi: Lafaz terakhir ayat 193 s.d. penggalan pertama
ayat 205 dari surah Asy-Syu’ara’.
Berikutnya,
Al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi (w. 170 H./786 M.) menyempurnakan harakat
menjadi seperti yang kita kenal saat ini.
Setelah Al-Farahidi, bentuk harakat tidak
mengalami perubahan penting, melainkan hanya penyempurnaan-penyempurnaan kecil,
yang tujuannya agar tulisan semakin mudah dibaca. Oleh karenanya, adanya
perbedaan penggunaan sistem tanda baca, harakat, dan tanda-tanda lainnya adalah
murni ijtihad para ulama, agar Al-Qur’an semakin mudah dibaca. Masing-masing
sistem tanda-tanda tersebut tidak ada yang lebih valid dibanding yang lainnya.
Kesemuanya sama kedudukannya. Terserah kita mau memilih dan menggunakan yang
mana. Wa Allahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar